Prolog
Hajatan bangsa Indonesia untuk menggelar Pilpres sudah dekat, para calon dan ntim suksesnya sudah mulai menghimpun strategi dan taktik maupun siasat untuk memenangkan pesta pilres 9 Juli 2014 mendatang. Tidak jarang para tokoh agama, utamanya ulama NU ikhlas danbangga menjadi tumbal untuk meraup kemenangan kubu Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla.
Pembahasan
Adalah hak tiap warga negara Indonesia untuk mendukung dan menjadi tim sukses atau pun tim pemenangan pilpres Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla, namun jika yang bertarung di kubu yang berseberangan itu berasal dari kaum ulama dari ‘kandang’ yang sama, itu sangat memprihatinkan, karena mengindikasikan adanya kepentingan materi dan pamrih jabatan dari para oknum tersebut. Spertinya para tokoh agama (ulama) yang berada di kubu berseberangan terlalu banyak merenda mimpi dan ambisinya sehingga lalai akan peringatan Rasulullah SAW: “ulama adalah pemegang amanat para Rasul selama mereka tidak menjalankan 2 hal, yakni tidak tidak gila jabatan dan tidak mata duitan, jika para ulama sudah gila jabatan dan mata duitan, maka tinggalkan mereka dan waspadailah ulah mereka”.
Menyikapi fenomena para tokoh NU yang menjadi tim sukses dua kubu capres, kita dapat mengambil pelajaran:
1. Para ulama NU yang pro jokowi maupun yang pro prabowo pasti punya alasan dan argumentasi yang ‘diperas ‘dari Al Qur’an dan al Hadis‘, namun disadari atau tidak, ulah mereka memakan korban umatnya. Bukankah sampai dewasa ini ummat Islam sudah terlalu sering dibenturkan dalam khilafiyah antar ormas, sekarang ditambah pada musim pilpres, mereka juga dibenturkan secara internal antar warga nahdhiyyin.
2. Bahwa ulama yang berdiri di pihak jokowi dan menjadi tim sukses dan pemenangan jokowi-kalla berarti mereka sedang memperjuangkan Ahok (sekarang Wagub DKI) untuk menjadi gubernur tetap DKI, jika sampai terjadi Ahok menjadi guberneur DKI, berarti ulama NU pro Jokowi sudah melanggar ayat al Qur’an dan tidak tidak lagi mempedulikan sunnah Nabi.
3. Para ulama pro jokowi pasti sudah faham kaidah usul fiqh “LILWASAIL HUKMUL MAQASHID” (bahwa sesagala sesuatu yang menjadi sarana dan media terjadinya sesuatu, hukumnya sama saja). Al Qur’an sudah jelas-jelas mengharamkan pengangkatan pemimpin non muslim dan mengancam orang-orang yang melakukannya tidak akan mendapatkan ridha Allah sama sekali, tetapi mungkin mereka sudah dibutakan oleh hubbud-dunia wal jah (gila harta dan jabatan). Wal ‘iyadzu billah.
4. Sekiranya ulama yang pro parabowo-hatta juga dipersalahkan karena juga dianggap ambisius jabatan dan pangkat persis dengan ulama pro jokowi-kalla, namun ulama pro Prabowo masih punya sedikit nilai plus, yakni berjuang mengalahkan Jokowi adalah untuk menyelamatkan Jakarta dari tangan Ahok.
5. Pencapresan Jokowi yang masih terikat sumpah jabatan sebagai gubernur DKI, bukan masalah HAM, tapi justru jokowi mengkhianati amanat dan tanggung jawabnya sebagai gubernur. Dalam konteks ini sebenarnya yang perlu dikritisi adalah undang-undang ketatanegaraan kita yang terkesan acak-adul. Dulu ketika pertanggung jawaban presiden Habibie ditolak MPR, maka Habibi tidak mencalonkan diri sebagai capres. Nah, sudahkah jokowi mempertanggungjwabkan amanatnya sebagai Gubernur kepada rakyat DKI sehingga dengan senyum seolah tanpa dosa mengkadali warga Jakarta dengan maju sebagai capres? Sudahkah jokowi mendaptkan restu dari mayoritas warga DKI? Jika dalam pileg kemarin DKI dimenangkan PDIP dengan suara lebih dari 50 persen, itu mungkin bisa dimaknai Jokowi diijinkan warga DKI menjajdi capresnya Megawati, tapi realitanya?
Penutup
Artikel ini bukan untuk mendukung salah satu kubu capres-cawapres, namun sekedar untuk mengeksprsikan kekecewaan wong cilik yang dulu sempat ngefans Jokowi dan berharap dia amanah menjadi Gubernur dan sukses membawa Jakarta sebagai kota Metropolitan yang indah damai tentram seperti Solo, kota yang Jakarta yang bebas banjir, bebas macet, bebas kampung kumuh dan warga miskin,namun ternyata harapan itu kini digadaikan ke tangan Ahok.
Kalau umat Islam Indonesia sudah tidak lagi takut dosa dan terbiasa melanggar ajaran al Qur’an, maka ancaman Allah sudah jelas, bangsa kita pasti akan makin hancur, tinggal menunggu waktu saja, namun nasi sudah menjadi bubur, jokowi sudah maju capres berhadapan dengan Prabowo, maka siapa pun yang akan kita pilih, sebaiknya mari memohon kepada Allah agar diberi pilihan yang terbaik, Allah sudah mengingatkan, seringkali yang kita puja dan kita cintai adalah yang terburuk di hadapan Allah, dan sebaliknya apa yang kita benci, justru yang bterbaik di sisi Allah, maka untuk itu wahai para ulama, kembali lah kepada tugas kalian, ajari ummat kalian dengan prilaku dan pola hidup yang Qur’ani sesuai sunnah Rasul.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.
http://politik.kompasiana.com/2014/05/26/jika-ulama-gila-pangkat-politisi-pun-jadi-pengkhianat-amanat-rakyat-657941.html
Adalah hak tiap warga negara Indonesia untuk mendukung dan menjadi tim sukses atau pun tim pemenangan pilpres Prabowo-Hatta maupun Jokowi-Kalla, namun jika yang bertarung di kubu yang berseberangan itu berasal dari kaum ulama dari ‘kandang’ yang sama, itu sangat memprihatinkan, karena mengindikasikan adanya kepentingan materi dan pamrih jabatan dari para oknum tersebut. Spertinya para tokoh agama (ulama) yang berada di kubu berseberangan terlalu banyak merenda mimpi dan ambisinya sehingga lalai akan peringatan Rasulullah SAW: “ulama adalah pemegang amanat para Rasul selama mereka tidak menjalankan 2 hal, yakni tidak tidak gila jabatan dan tidak mata duitan, jika para ulama sudah gila jabatan dan mata duitan, maka tinggalkan mereka dan waspadailah ulah mereka”.
Menyikapi fenomena para tokoh NU yang menjadi tim sukses dua kubu capres, kita dapat mengambil pelajaran:
1. Para ulama NU yang pro jokowi maupun yang pro prabowo pasti punya alasan dan argumentasi yang ‘diperas ‘dari Al Qur’an dan al Hadis‘, namun disadari atau tidak, ulah mereka memakan korban umatnya. Bukankah sampai dewasa ini ummat Islam sudah terlalu sering dibenturkan dalam khilafiyah antar ormas, sekarang ditambah pada musim pilpres, mereka juga dibenturkan secara internal antar warga nahdhiyyin.
2. Bahwa ulama yang berdiri di pihak jokowi dan menjadi tim sukses dan pemenangan jokowi-kalla berarti mereka sedang memperjuangkan Ahok (sekarang Wagub DKI) untuk menjadi gubernur tetap DKI, jika sampai terjadi Ahok menjadi guberneur DKI, berarti ulama NU pro Jokowi sudah melanggar ayat al Qur’an dan tidak tidak lagi mempedulikan sunnah Nabi.
3. Para ulama pro jokowi pasti sudah faham kaidah usul fiqh “LILWASAIL HUKMUL MAQASHID” (bahwa sesagala sesuatu yang menjadi sarana dan media terjadinya sesuatu, hukumnya sama saja). Al Qur’an sudah jelas-jelas mengharamkan pengangkatan pemimpin non muslim dan mengancam orang-orang yang melakukannya tidak akan mendapatkan ridha Allah sama sekali, tetapi mungkin mereka sudah dibutakan oleh hubbud-dunia wal jah (gila harta dan jabatan). Wal ‘iyadzu billah.
4. Sekiranya ulama yang pro parabowo-hatta juga dipersalahkan karena juga dianggap ambisius jabatan dan pangkat persis dengan ulama pro jokowi-kalla, namun ulama pro Prabowo masih punya sedikit nilai plus, yakni berjuang mengalahkan Jokowi adalah untuk menyelamatkan Jakarta dari tangan Ahok.
5. Pencapresan Jokowi yang masih terikat sumpah jabatan sebagai gubernur DKI, bukan masalah HAM, tapi justru jokowi mengkhianati amanat dan tanggung jawabnya sebagai gubernur. Dalam konteks ini sebenarnya yang perlu dikritisi adalah undang-undang ketatanegaraan kita yang terkesan acak-adul. Dulu ketika pertanggung jawaban presiden Habibie ditolak MPR, maka Habibi tidak mencalonkan diri sebagai capres. Nah, sudahkah jokowi mempertanggungjwabkan amanatnya sebagai Gubernur kepada rakyat DKI sehingga dengan senyum seolah tanpa dosa mengkadali warga Jakarta dengan maju sebagai capres? Sudahkah jokowi mendaptkan restu dari mayoritas warga DKI? Jika dalam pileg kemarin DKI dimenangkan PDIP dengan suara lebih dari 50 persen, itu mungkin bisa dimaknai Jokowi diijinkan warga DKI menjajdi capresnya Megawati, tapi realitanya?
Penutup
Artikel ini bukan untuk mendukung salah satu kubu capres-cawapres, namun sekedar untuk mengeksprsikan kekecewaan wong cilik yang dulu sempat ngefans Jokowi dan berharap dia amanah menjadi Gubernur dan sukses membawa Jakarta sebagai kota Metropolitan yang indah damai tentram seperti Solo, kota yang Jakarta yang bebas banjir, bebas macet, bebas kampung kumuh dan warga miskin,namun ternyata harapan itu kini digadaikan ke tangan Ahok.
Kalau umat Islam Indonesia sudah tidak lagi takut dosa dan terbiasa melanggar ajaran al Qur’an, maka ancaman Allah sudah jelas, bangsa kita pasti akan makin hancur, tinggal menunggu waktu saja, namun nasi sudah menjadi bubur, jokowi sudah maju capres berhadapan dengan Prabowo, maka siapa pun yang akan kita pilih, sebaiknya mari memohon kepada Allah agar diberi pilihan yang terbaik, Allah sudah mengingatkan, seringkali yang kita puja dan kita cintai adalah yang terburuk di hadapan Allah, dan sebaliknya apa yang kita benci, justru yang bterbaik di sisi Allah, maka untuk itu wahai para ulama, kembali lah kepada tugas kalian, ajari ummat kalian dengan prilaku dan pola hidup yang Qur’ani sesuai sunnah Rasul.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.
http://politik.kompasiana.com/2014/05/26/jika-ulama-gila-pangkat-politisi-pun-jadi-pengkhianat-amanat-rakyat-657941.html
0 Comments